by Sayid Fadhil Asqar
Ketika yang lain sibuk berdebat soal Islam Nusantara. Kami di Aceh, sudah lama menerapkan kelas yang lebih tinggi. Islam Internasional.
Penceramahnya pakai baju koko (sejarahnya dari cina), pak imam pakai kemeja lengan panjang, sarung, dan jas (nusantara dan eropa/barat). Kadang-kadang ada yang pakai jubah gaya arab, gaya afrika, gaya cina, bahkan gaya hindustan. Ada juga yang pernah saya lihat pakai baju melayu. Pecinya dari yang hitam gaya nusantara, putih gaya arab, gaya mesir atau gaya turki, malah ketika hari raya kemarin, khatib khutbah shalat ied-nya pakai peci bergaya maroko (afrika).
Penyajian ceramah/khutbah/pengajiannya menggunakan citarasa internasional sejati; bahasa indonesia (nusantara), dipadukan dengan bahasa lokal (aceh, gayo, jame, dll). Diperkaya dengan penggunaan berbagai bahasa asing lainnya; melayu, jerman, prancis, turki, jepang, cina (dipengaruhi pengalaman keluar negeri penceramahnya). Bahasa inggris? Itu sih sudah biasa :)
0 Response to "Ketika Jawa Sibuk 'Islam Nusantara', Aceh Terapkan 'Islam Internasional'"
Posting Komentar